Pertama dalam Sejarah, UU Digugat Pemda

By Admin

nusakini.com-- Ada yang menarik untuk dicatat dari paparan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo di acara Hari Anti Korupsi Internasional di Jakarta, beberapa waktu yang lama. Saat berbicara di acara itu, Menteri Tjahjo sempat melontarkan sindiran 'pedas' tentang dibatalkannya kewenangan Kementerian Dalam Negeri dalam menganulir Peraturan Daerah yang 'bermasalah'. Menurut Tjahjo, pertama kali dalam sejarah, ada Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah dan DPR, tapi digugat oleh unsur pemerintah juga. 

"Ini baru tahun ini dalam sejarah bahwa pemerintah dan DPR membuat sebuah UU tapi digugat oleh pemerintah itu sendiri yaitu pemerintah daerah. Ini yang menyangkut masalah sensitif yang sudah kita bahas selama berhari-hari dengan KPK yaitu masalah izin pertambangan," kata Tjahjo. 

Padahal siapa pun tahu, perizinan di daerah, kerapkali jadi 'alat' untuk para oknum di daerah menangguk untung di air keruh. Tak hanya itu, banyak sekali Perda perizinan yang membuat iklim usaha di daerah tak kondusif. Banyak pungutan yang tak perlu, bahkan bisa dikatakan 'liar'. Itu yang kemudian melahirkan ekonomi berbiaya tinggi.

Maka, atas dasar itu, pemerintah di bawah Jokowi dan Jusuf Kalla melakukan gebrakan ' memangkas' ribuan Perda yang menghambat iklim investasi. Ribuan aturan yang dibuat daerah, yang tumpang tindih, tidak sesuai dengan aturan di atasnya dibatalkan. Sayang, kemudian ada yang menggugat. Dan yang lebih disayangkan lagi, yang menggugat itu, adalah asosiasi pemerintahan daerah, yang notabene bagian dari pemerintah itu sendiri. 

"Kemarin dengan sangat terpaksa saya hanya bisa merevisi mencoret 3126 perda. Tetapi ada kepala daerah yang keberatan sehingga mengajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi), sehingga kewenangan Mendagri untuk merevisi perda sudah tidak ada lagi, harus melalui proses di MA," kata Tjahjo. 

Tjahjo menambahkan, dengan dibatalkannya kewenangan Kemendagri membatalkan Perda dan urusan itu jadi kewenangan Mahkmah Agung, kian sulit langkah melakukan deregulasi di daerah. Sebab siapa pun tahu, proses pembatalan via MA, memakan waktu lama. Bisa bertahun-tahun. Sementara Perda yang bermasalah itu sangat banyak sekali. Sehingga ada yang menyebut Indonesia adalah republik aturan. Tapi aturan yang tumpang tindih. 

" Kalau lewat proses di MA berapa puluh tahun. Tapi proses perizinan masih bisa kita lakukan dengan baik. Yang seharusnya kemarin ada 2600 kami batalkan tapi kami sudah kedahuluan keputusan dari MK yang itu harus melalui MA," ujarnya. 

Kemendagri sendiri lanjut Tjahjo, hanya punya kekuatan atau punya kebijakan untuk merevisi anggaran. Jadi anggaran yang tak punya skala prioritas pasti akan dikoreksi. Misalnya item yang sering direvisi itu terkait dengan dana hibah dan bansos. Menjelang Pilkada, item ini kerap digelembungkan, 

"Tetapi kebijakan-kebijakan yang lain, yang diputuskan antara kepala daerah DPRD itu banyak yang sudah tidak pada posisi Kemendagri ikut terlibat sebagaimana UU Pemda yang ada tapi itu karena menyangkut otonomi daerah," ujarnya.(p/ab)